One of Moslems who have great ideas and was known as a reformer mujaddid, among others, is al-Gazali. Socio-cultural conditions at the time, namely the emergence of political disstability that have an impact on the fragmentation of Muslims, the destruction of religion and morality. This situation makes him becoem a hero and Islamic Defenders Argumentator hujjah al-Islam as his responsibility to fix the blind thoughts and actions that shake the Muslims' life. The purpose of education is to get closer to Allah SWT and not oriented only in world interests. So that, the curriculum presented should include three terms, called jasmaniyah, 'aqliyyah and akhlaqiyyah. The opinion is based on two approaches, Fiqh and Sufism. This thought seems systematic and comprehensive, and also consistent with the attitude and personality as a Sufi and Faqih. The concept of education offered, if applied in the present seems still appropriate. Beside, the needs should be perfected in accordancing with local knowledge where the education implemented.
Ulama ini memiliki pengaruh besar dalam sejarah. Harum namanya dan dampak karya-karyanya terasa hingga saat ini. Kaum Muslimin, khususnya yang berhaluan ahlus sunnah wal jama’ah, memandangnya sebagai sang pembela agama Islam Hujjatul Islam. Sosok yang dimaksud adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad ath-Thusiy. Imam Ghazali, demikian sapaan akrabnya, menekuni banyak bidang ilmu, terutama filsafat, akhlak, dan tasawuf. Gelar al-Ghazali merujuk pada kota tempatnya dilahirkan, Gazalah, yang berlokasi dekat Tus, Khurasan. Pada abad ke-11, daerah itu termasuk wilayah Kesultanan Seljuk, sedangkan kini menjadi bagian dari negara Iran. Ghazali merupakan putra seorang pemintal wol. Ia lahir pada 1058 Masehi atau 450 Hijriyah. Lingkungan keluarganya termasuk yang taat beragama. Pendidikannya bermula dari mengaji Alquran dengan sang ayah. Setelah bapaknya meninggal, Ghazali kecil dan saudara lelakinya dititipkan kepada sahabat almarhum, yakni Ahmad bin Muhammad ar-Razikani. Mursyid tarekat ini mengajarkan kepadanya ilmu-ilmu fikih dan kesusastraan sufistik. Di samping itu, Ghazali juga menuntut ilmu di madrasah setempat. Setelah lulus, ia merantau ke Jurjan, sebuah kota pusat aktivitas intelektual di kawasan Persia. Dengan tekun, ia mempelajari bahasa Arab dan Persia serta ilmu-ilmu agama. Selanjutnya, pemuda itu memutuskan kembali ke Tus lantaran kurang puas dengan pelajaran yang diperolehnya selama ini. Beberapa tahun kemudian, Ghazali menuju Nishapur untuk menempuh pendidikan di Madrasah Nizamiyah yang saat itu dipimpin seorang ulama aliran Asy'ariah, Imam al-Haramain al-Juwaini. Jaringan madrasah Nizamiyah tersebar di penjuru wilayah Seljuk. Inisiatornya adalah perdana menteri wazir Nizam al-Mulk. Selama di Nishapur, Ghazali muda terus mendalami ilmu-ilmu ushul fikih, mantik, dan kalam. Selama di Nishapur, Ghazali muda terus mendalami ilmu-ilmu ushul fikih, mantik, dan kalam. Kecerdasannya membuat al-Juwaini amat terkesan. Dia pun diperbolehkan mengajar kapan pun ketika kepala Madrasah Nizamiyah tersebut berhalangan hadir. Pada masa ini pula, Ghazali terus mempertajam kemampuannya dalam menulis. Al-Juwaini wafat saat Ghazali ber usia sekitar 27 tahun. Tak lama kemudian, ia memutuskan untuk memenuhi undangan Nizam al-Mulk di Isfahan. Istana Seljuk di Isfahan merupakan tempat pertemuan elite tidak hanya para pejabat negeri, tetapi juga alim ulama dan cendekiawan terkemuka. Sejak aktif di Isfahan, nama Ghazali kian bersinar. Lantaran mengakui derajat intelektualnya, Nizam al-Mulk pun selalu menerimanya dengan penghormatan. Pada 1090, sang wazir mengangkatnya sebagai guru besar Akademi Nizamiyah di Baghdad. Kedudukan itu membuat Ghazali begitu dihormati di seluruh negeri, padahal usianya belum mencapai 40 tahun. Selama di Kota Seribu Satu Malam, Imam Ghazali menyibukkan diri dengan majelis-majelis ilmu. Ia juga kerap memberikan nasihat kepada kalangan istana, termasuk Nizam al-Mulk. Surat-surat yang berisi petuahnya kepada sang wazir terhimpun dalam karyanya, Nasihat al-Mulk. Salah satu petuahnya adalah, bahwa rasa syukur terbaik yang bisa dipanjatkan seorang penguasa kepada Allah ialah menegakkan kebenaran serta menghapus penindasan di tengah rakyatnya. Rasa syukur terbaik yang bisa dipanjatkan seorang penguasa kepada Allah ialah menegakkan kebenaran serta menghapus penindasan di tengah rakyatnya. Mencari kebenaran Empat tahun lamanya Imam Ghazali memegang jabatan tinggi di Akademi Nizamiyah. Hingga akhirnya, ia pun merenungi perjalanan hidupnya sejauh ini, terutama setelah mempelajari teologi ilmu kalam dari al-Juwaini. Ilmu kalam membahas berbagai aliran yang kadang kala satu sama lain saling berkontradiksi. Ghazali mulai merasa, sudah tiba waktu baginya untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya. Dia meyakini, pengetahuan yang diperoleh melalui pancaindera tak dapat dipercaya. Sebab, kelima indra itu dapat saja salah. Pada awalnya, Ghazali meletakkan kepercayaan pada pengetahuan yang diperoleh melalui akal, tetapi kemudian hal ini juga tak memuaskannya. Krisis spiritual dan intelektual yang dialaminya itu terekam dalam karyanya, al-Munqidz Mina adh-Dhalal. Selama enam bulan, Ghazali mengalami kegelisahan batin. Dia bimbang, apakah meneruskan posisinya sebagai pengajar atau berhenti. Sebab, ia sudah teranjur skeptis pada keandalan akal rasional dan metode empiris sebagai jalan menuju kebenaran. Satu-satunya pilihan yang baginya terbuka lebar ialah jalan salik, yakni pengetahuan yang diperoleh melalui kalbu yang tercerahkan oleh iman kepada Allah SWT. Baginya, tasawuf telah menghilangkan segala kesangsian dalam diri. Pada 1905, Imam Ghazali meletakkan jabatan di Akademi Nizamiyah. Dia lalu mengembara dari satu tempat ke tempat lain dengan membawa bekal secukupnya. Kepada keluarganya, dia meninggalkan sejumlah harta yang memadai sebagai nafkah. Rekan-rekannya menganggap, Ghazali akan menunaikan ibadah haji, padahal faktanya lebih dari itu. Dia berupaya menempuh rihlah yang akan memalingkannya dari kekayaan, pangkat, popularitas, dan segala pernak-pernik duniawi. Menulis Ihya Usai musim haji, para petinggi negeri pun terkejut. Sebab, Ghazali tak kunjung pulang ke Baghdad. Raja Seljuk lantas memerintahkan para bawahannya agar segera menelusuri keberadaan penasehatnya itu. Untuk menghilangkan jejak, Ghazali pergi ke Damaskus Suriah lalu Baitul Maqdis. Di kota suci itulah dia mengarang Ihya Ulumuddin sumber lain menyebut, kitab monumental itu ditulis saat pengarangnya tinggal di Masjid Damaskus. Saat mengunjungi makam Nabi Ibrahim AS di Hebron, dia mengucapkan sumpah, tak akan lagi bersedia menjadi pegawai negeri, termasuk mengajar di lembaga-lembaga yang didirikan penguasa. Usai dari Yerusalem, Imam Ghazali berhaji ke Tanah Suci serta mengunjungi makam mulia Rasulullah SAW pada 1096. Setelah itu, dia pergi menuju Tus, daerah tempat kelahirannya. Di sanalah dia kemudian mendirikan halaqah atau majelis ilmu yang diperuntukkan bagi para calon sufi. Pada 1105, penguasa Seljuk, Fakhr al-Mulk mendesaknya agar bersedia mengajar di Madrasah Nizamiyah lagi. Dengan alasan tertentu, dia pun mengalah sehingga kembali ke Nishapur-pusat pemerintahan saat itu-untuk memenuhi permintaan putra Nizam al-Mulk itu. Tugas ini tak lama diembannya. Dirinya pamit dari kota itu untuk kembali membimbing para murid di halaqah yang didirikannya. Ulama yang zuhud dan warak ini menjalani kehidupan sederhana sebagai seorang sufi 10 tahun lamanya. Masyarakat sangat mencintainya sebagai sosok teladan dalam ilmu dan amal. Pada 19 Desember 1111, Imam Ghazali meninggal dunia di Tus dalam usia 53 tahun.
Disana ada empat makam yang saling berdekatan. Menurut penuturan juru kuncinya, yang paling besar adalah makam Imam al-Ghazali . Kemudian, di sampingnya terdapat makam istri, anak, dan muridnya. Jangan kaget, ketika kita menemukan suasana sepi tanpa pengunjung di sana. Boleh dikatakan makam Imam al-Ghazali belum terawat secara maksimal.
Nahdlatul Ulama mengikuti Imam Asyari dan Imam Maturidi dari sisi aqidah, imam empat mazhab dari sisi fiqih, dan Imam Junaid Al-Baghdadi serta Imam Al-Ghazali dari segi tasawuf. Kenapa para kiai mengangkat nama Imam Junaid Al-Baghdadi? Apakah karena ia bergelar sayyidut thaifah di zamannya, pemimpin kaum sufi yang ucapannya diterima oleh semua kalangan masyarakat? Junaid bin Muhammad Az-Zujjaj merupakan putra Muhammad, penjual kaca. Ia berasal dari Nahawan, lahir dan tumbuh di Irak. Junaid seorang ahli fiqih dan berfatwa berdasarkan mazhab fiqih Abu Tsaur, salah seorang sahabat Imam Syafi’i. Junaid berguru kepada As-Sarri As-Saqthi, pamannya sendiri, Al-Harits Al-Muhasibi, dan Muhammad bin Ali Al-Qashshab. Junaid adalah salah seorang imam besar dan salah seorang imam terkemuka dalam bidang tasawuf. Ia juga memiliki sejumlah karamah luar biasa. Ucapannya diterima banyak kalangan. Ia wafat pada Sabtu, 297 H. Makamnya terkenal di Baghdad dan diziarahi oleh masyarakat umum dan orang-orang istimewa. Syekh Ibrahim Al-Laqqani dalam Jauharatut Tauhid menyebut Imam Malik dan Imam Junaid Al-Baghdadi sebagai pembimbing dan panutan umat Islam. ومالك وسائر الأئمة وكذا أبو القاسم هداة الأمة Artinya, “Imam Malik RA dan seluruh imam, begitu juga Abul Qasim adalah pembimbing umat,” Lihat Syekh Ibrahim Al-Laqqani, Jauharatut Tauhid pada Hamisy Tuhfatil Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah tanpa catatan tahun], halaman 89. Syekh M Nawawi Banten juga menyebutkan sejak awal Imam Junaid Al-Baghdadi sebagai panutan umat dari sisi tasawuf. Menurutnya, Imam Junaid Al-Baghdadi layak menjadi pembimbing umat dari sisi tasawuf karena kapasitas ilmu dan amalnya. ويجب على من ذكر أن يقلد في علم التصوف إماما من أئمة التصوف كالجنيد وهو الإمام سعيد بن محمد أبو القاسم الجنيد سيد الصوفية علما وعملا رضي الله عنه والحاصل أن الإمام الشافعي ونحوه هداة الأمة في الفروع والإمام الأشعري ونحوه هداة الأمة في الأصول والجنيد ونحوه هداة الأمة في التصوف فجزاهم الله خيرا ونفعنا بهم آمين Artinya, “Ulama yang disebutkan itu wajib diikuti sebagaimam perihal ilmu tasawuf seperti Imam Junaid, yaitu Sa’id bin Muhammad, Abul Qasim Al-Junaid, pemimpin para sufi dari sisi ilmu dan amal. Walhasil, Imam Syafi’i dan fuqaha lainnya adalah pembimbing umat dalam bidang fiqih, Imam Asy’ari dan mutakallimin lainnya adalah pembimbing umat dalam bidang aqidah, dan Imam Junaid dan sufi lainnya adalah pembimbing umat dalam bidang tasawuf. Semoga Allah membalas kebaikan mereka dan semoga Allah memberikan manfaat kepada kita atas ilmu dan amal mereka. Amiiin,” Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Bandung, Al-Maarif tanpa catatan tahun], halaman 7. Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Syekh M Ibrahim Al-Baijuri. Menurutnya, jalan terang dan keistiqamahan Imam Junaid Al-Baghdadi di jalan hidayah patut menjadi teladan. Ilmu dan amalnya dalam bidang tasawuf membuat Imam Junaid layak menjadi pedoman. وقوله كذا أبو القاسم كذا خبر مقدم وأبو القاسم مبتدأ مؤخر أي مثل من ذكر في الهداية واستقامة الطريق أبو القاسم الجنيد سيد الطائفة علما وعملا ولعل المصنف رأى شهرته بهذه الكنية ولو قال جنيدهم أيضا هداة الأمة لكان أوضح Artinya, “Perihal perkataan Demikian juga Abul Qasim’, demikian juga’ adalah khabar muqaddam atau predikat yang didahulukan. Abul Qasim’ adalah mubtada muakhkhar atau subjek yang diakhirkan. Maksudnya, seperti ulama yang sudah tersebut perihal hidayah dan keistiqamahan jalan adalah Abul Qasim, Junaid, pemimpin kelompok sufi baik dari sisi ilmu maupun amal. Bisa jadi penulis memandang popularitas Junaid melalui gelarnya. Kalau penulis mengatakan, Junaid juga pembimbing umat’, tentu lebih klir,” Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah Tuhfatil Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah tanpa catatan tahun], halaman 89. Meskipun sebagai seorang imam sufi di zamannya, Junaid Al-Baghdadi tidak meminggirkan sisi fiqih dalam kesehariannya. Artinya, ia cukup proporsional dalam menempatkan aspek fiqih lahiriyah dan aspek tasawuf batiniyah di saat kedua aspek ini bersitegang dan tidak berada pada titik temu yang harmonis di zamannya. Di zamannya, banyak ulama terjebak secara fanatik di satu kutub yang sangat ekstrem, yang faqih dan yang sufi. Banyak ulama mengambil aspek fiqih dalam syariat Islam, tetapi menyampingkan aspek tasawuf dalam syariat. Sebaliknya pun terjadi, banyak ulama mengambil jalan sufistik, tetapi menyampingkan aspek fiqih dalam syariat. Junaid sendiri bahkan ahli fiqih. Ia juga seorang mufti yang mengeluarkan fatwa berdasarkan mazhab Abu Tsaur, salah seorang sahabat Imam Syafi’i. Baginya, jalan menuju Allah tidak dapat ditempuh kecuali oleh mereka yang mengikuti sunnah Rasulullah SAW sebagai keterangan Al-Baijuri berikut ini. وكان الجنيد رضي الله عنه على مذهب أبي ثور صاحب الإمام الشافعي فإنه كان مجتهدا اجتهادا مطلقا كالإمام أحمد ومن كلام الجنيد الطريق إلى الله مسدود على خلقه إلا على المقتفين آثار الرسول صلى الله عليه وسلم ومن كلامه أيضا لو أقبل صادق على الله ألف ألف سنة ثم أعرض عنه لحظة كان ما فاته أكثر مما ناله ومن كلامه أيضا إن بدت ذرة من عين الكرم والجود ألحقت المسيئ بالمحسن Artinya, “Imam Junaid dari sisi fiqih mengikuti Abu Tsaur, salah seorang sahabat Imam Syafi’i. Abu Tsaur juga seorang mujtahid mutlak seperti Imam Ahmad. Salah satu ucapan Imam Al-Junaid adalah, Jalan menuju Allah tertutup bagi makhluk-Nya kecuali bagi mereka yang mengikuti jejak Rasulullah SAW,’ Kalau ada seorang dengan keimanan sejati yang beribadah ribuan tahun, lalu berpaling dari-Nya sebentar saja, niscaya apa yang luput baginya lebih banyak daripada apa yang didapatkannya,’ dan Bila tumbuh bibit kemurahan hati dan kedermawanan, maka orang jahat dapat dikategorikan dengan orang baik,’” Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah Tuhfatil Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah tanpa catatan tahun], halaman 89-90. Keterangan Al-Baijuri menjelaskan sikap sufisme Junaid Al-Baghdadi, yaitu tasawuf sunni. Jalan ini yang diambil oleh Junaid Al-Baghdadi karena banyak pengamal sufi di zaman itu terjebak pada kebatinan dan bid’ah yang tidak bersumber dari sunnah Rasulullah SAW. Oleh karena itu, Imam Junaid layak menjadi panutan NU dari sisi tasawuf karena tetap berpijak pada sunnah Rasulullah SAW. وقوله هداة الأمة أي هداة هذه الأمة التي هي خير الأمم بشهادة قوله تعالى كنتم خير أمة أخرجت للناس فهم خيار الخيار لكن بعد من ذكر من الصحابة ومن معهم والحاصل أن الإمام مالكا ونحوه هذاة الأمة في الفروع والإمام الأشعري ونحوه هداة الأمة في الأصول أي العقائد الدينية والجنيد ونحوه هداة الأمة في التصوف فجزاهم الله عنا خيرا ونفعنا بهم Artinya, “Perkataan pembimbing umat’ maksudnya adalah pembimbing umat Islam ini, umat terbaik sebagaimana kesaksian firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Kalian adalah sebaik-baik umat yang hadir di tengah umat manusia.’ Mereka para imam itu adalah orang pilihan di tengah umat terbaik tetapi derajatnya di bawah para sahabat Rasulullah dan tabi’in. walhasil, Imam Malik dan fuqaha lainnya adalah pembimbing umat dalam bidang furu’ atau fiqih. Imam Asy’ari dan mutakalimin sunni lainnya adalah pembimbing umat dalam bidang ushul atau aqidah. Imam Junaid dan sufi lainnya adalah pembimbing umat dalam bidang tasawuf. Semoga Allah membalas kebaikan mereka dan semoga Allah memberikan manfaat kepada kita atas ilmu dan amal mereka,” Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah Tuhfatil Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah tanpa catatan tahun], halaman 90. Imam Junaid juga menyayangkan sikap naif sebagian kelompok sufi yang mengabaikan realitas dan aspek lahiriyah. Menurutnya, sikap naif sekelompok sufi dengan mengabaikan sisi lahiriyah mencerminkan kondisi batinnya yang runtuh seperti kota mati tanpa bangunan. وكان رضي الله عنه يقول إذا رأيت الصوفي يعبأ بظاهره فاعلم أنه باطنه خراب Artinya, “Imam Junaid RA mengatakan, Bila kau melihat sufi mengabaikan lahiriyahnya, ketahuilah bahwa batin sufi itu runtuh,’” Lihat Syekh Abdul Wahhab As-Syarani, At-Thabaqul Kubra, [Beirut, Darul Fikr tanpa catatan tahun], juz I, halaman 85. Sebaliknya, ia juga menyayangkan sekelompok umat Islam yang hanya mengutamakan sisi lahiriyah melalui formalitas hukum fiqih dengan mengabaikan sisi batiniyah yang merupakan roh dari kehambaan manusia kepada Allah. Walhasil, Imam Junaid Al-Baghdadi adalah ulama abad ke-3 H yang mempertemukan fiqih dan tasawuf di saat keduanya tidak pernah mengalami titik temu. Sikap proporsional Imam Junaid seperti ini sejalan dengan pandangan NU yang tawasuth, tawazun, dan i’tidal, yaitu dalam konteks ini mempertahankan dengan gigih syariat Islam melalui fiqih sekaligus menjiwainya dengan nilai-nilai tasawuf sehingga tidak ada penolakan terhadap salah satunya. Wallahu alam. Alhafiz K HabibLuthfi bin Yahya juga sudah meyakinkan bahwa lokasi makam Imam Al Ghazali yang ditemukan arkeolog pada 1994 itu benar. Maka sudah selayaknya makam tokoh umat Islam tersebut dibangun dengan layak.Oleh karena itu, Seminar Internasional Tasawuf Imam Al Ghazali yang diselenggarakan JATMAN mengundang tokoh ulama sunni dari Iran, kedutaan besarBagikan SYEIKH AHMAD yang merupakan saudara dari Imam Abu Hamid Al Ghazali mengkisahkan,"Di saat hari Senin di waktu shubuh, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan melaksanakan shalat. Lantas ia mengatakan,'Ambilkan kafan untukku'. Lantas aku pun mengambilkan untuknya. Ia pun mencium kafan itu dan menutupkannya di wajah seraya berkata,'SayaQai9uGH.